Politik devide et impera atau yang familiar disebut dengan politik pecah belah. Secara bahasa definisinya juga sama yakni politik pecah belah dimana ini merupakan strategi politik untuk merusak kekuatan lawan dari internal dengan cara penghasutan. Strategi ini pertama dimunculkan di Indonesia saat era penjajahan Belanda.
Sejarah Singkat Politik Devide Et Impera di Indonesia
Pihak Belanda menggunakan strategi ini untuk memecah kekuatan rakyat pribumi. Diaplikasikan pada Perang Diponegoro, Perang Padri dan Perang Aceh. Menurut kamus besar Oxford strategi ini merupakan cara memecah kekuatan lawan dengan menghasut pihak internal dalam kelompok untuk bersengkokol.
Baca juga : Aspek-aspek yang Menjadi Landasan Politik Luar Negeri di Indonesia
Secara umum dan garis besar definisi devide et impera pasti sudah banyak yang memahami namun berikut akan diulas lebih jelas tentang strategi politik devide et impera. Kata devide et impera sendiri berasal dari bahasa spanyol. Merupakan strategi untuk menguasai sistem politik, ekonomi maupun sosial pada suatu organisasi atau kelompok masyarakat.
Sistem Devide Et Impera yang Perlu Dipahami
Dari sudut pandang politik setelah memahami konsep dasar strategi ini adalah memecah belah. Politik devide et impera memiliki pola yang bisa dipelajari dan dipahami sebagai bahan pembelajaran dan referensi. Mempelajari suatu strategi politik akan memberikan sudut pandang baru tentang bagaimana menyikapi suatu kondisi kritis.
Devide et impera secara kasar disebut dengan politik adu domba. Tujuannya adalah memecah kekuatan baik politik, ekonomi, militer suatu kelompok dengan kekuatan besar menjadi kelompok-kelompok kecil. Secara umum strategi ini membatasi bahkan menghalangi kelompok-kelompok yang lebih kecil untuk bersatu.
Dalam rutinitas sehari-hari sudah bukan hal yang asing jika menemui perseteruan antar kelompok tertentu untuk mengakuisisi kekuatan atau posisi tertentu. Hal ini menjadi lumrah karena seringnya terjadi dan hampir di setiap tingkatan masyarakat pasti terjadi. Namun mewajarkan kondisi ini adalah hal yang salah.
Sebagai bangsa yang menjunjung tinggi nilai kesatuan dan persatuan perlu dipahami bahwa kondisi yang menimbulkan perpecahan diantara masyarakat merupakan suatu jenis ancaman. Ancaman terhadap persatuan dan kesatuan bangsa yang seharusnya bisa dihindari dengan mengingat kembali bhineka tunggal ika.
Ancaman Bagi Kedaulatan Negara
Sebuah negara besar tidak ada artinya apabila seluruh lapisan masyarakatnya tidak bisa bersatu teguh. Dan konsep inilah yang dibenci oleh kolonialisme Belanda karena kekuatan bangsa Indonesia yang besar dengan pasti dan jelas akan menghentikan monopoli mereka kepada bangsa Indonesia.
Pertama terjadi di Indonesia tepatnya di Batavia tahun 1602. VOC atau Perusahaan Hindia Timur Belanda di Batavia didirikan untuk mengontrol dan menjadi pusat kekuatan Belanda di Nusantara. VOC yang kemudian mendapatkan hambatan memonopoli bumi Nusantara kemudian menyusun strategi politik devide et impera yang mampu memberi mereka akses.
VOC kemudian menggaet beberapa pribumi yang kemudian disebut sebagai antek-antek Belanda. Orang pribumi ini kemudian menjadi pesuruh para petinggi Belanda dan membantu kolonialisme menguras bumi mereka sendiri. Bangsa Indonesia yang kala itu belum berdiri namun masih berupa kerajaan-kerajaan yang tersebar di seluruh Nusantara dimanipulasi.
Raja-raja ini kemudian diadu domba oleh Belanda dengan bantuan para antek. Menyikapi hal itu para pemuda terdidik dari seluruh Nusantara tidak bisa tinggal diam dengan sikap arogansi dan ketamakan Belanda. Namun ternyata budaya antek ini masih juga terbawa-bawa bahkan hingga era kemerdekaan dan perkembangan saat ini.
Sikap tamak dan kikir akan kekuasaan dan hidup nyaman ternyata masih juga diadaptasi. Ironisnya justru yang mengadaptasi adalah masyarakat Indonesia sendiri tanpa peduli betapa lebih pentingnya sebuah kemajuan bersama. Banyak kasus sudah dijumpai dalam banyak tahun terakhir terkait sikap-sikap yang tidak mencerminkan bhineka tunggal ika ini.
Tanpa pikir panjang bagaimana sulitnya bangasa ini memperjuangkan kemerdekaan untuk lepas dari kolonialisme dan budaya serakahnya. Banyak orang saat ini yang bisa dijumpai justru lebih mementingkan kepentingan pribadi, golongan atau kelompoknya sendiri demi berada di posisi yang lebih baik.
Devide Et Impera Sebuah Strategi Politisasi
Strategi ini tidak terbatasi oleh skema politik saja namun bisa lebih luas lagi. Bahkan secara jangkauan hukum, ekonomi, hingga budaya juga bisa memperoleh bahkan mengadaptasi kultur tersebut. Pada awal terciptanya banyak yang berpendapat devide merupakan sebuah strategi dalam perang.
Strategi digunakan dengan maksud dan tujuan dominasi, politik dan efisiensi. Politik devide et impera digunakan untuk merebut, mendapat atau memperoleh kekuasaan juga mempertahankan kekuasaan dengan skema memecah perlawanan kelompok lawan yang lebih besar kedalam kelompok-kelompok kecil.
Kenapa menjadi bagian-bagian kecil? Karena kelompok kecil yang terpisah akan sulit untuk dipersatukan lagi. Secara otomatis kekuatan yang semula memiliki kapasitas besar menjadi lebih kecil setelah terpecah belah dan lebih mudah untuk ditaklukkan dari banyak aspek.
Strategi ini terbilang cukup efektif untuk merusak sebuah kesatuan bisa dilihat dari rekam sejarahnya sendiri. Setelah kolonialisme menerapkan sistem ini di bumi Nusantara perjuangan rakyat menjadi tidak terfokus dan penaklukan kolonialisme menjadi sangat sulit sehingga membutuhkan ratusan tahun lamanya.
Dalam kasusnya di kehidupan saat cukup mudah ditemui kelompok-kelompok tertentu yang memiliki pihak oposisi dan saling berusaha menjatuhkan satu sama lain. Pada dasarnya kekuatan kedua belah pihak menjadi terbagi padahal kelompok-kelompok tersebut sebenarnya dan seharusnya memiliki tujuan dan visi misi yang sama.
Dalam rekam sejarah, strategi Devide memiliki dasar kuat berupa kekuasaan sebagai struktur inti, kepemilikan sumber daya alam kemudian membentuk kekuasaan. Dimana secara kebutuhan dasar manusia hal ini dapat menyebabkan suatu pertikaian atau perebutan. Secara prakteknya strategi ini diaplikasikan dengan menciptakan diskriminasi identitas kelompok.
Kelompok terdiskriminasi pada umumnya merupakan kelompok dengan hak dasar atas suatu kepemilikan tertentu atau sumber daya tertentu. Yang kemudian sumber daya tersebut dijadikan sebagai objek yang diperebutkan oleh kelompok yang sama karena diskriminasi perbedaan dari pihak yang mengaplikasikan strategi pecah belah.
Strategi devide et impera tidak menekankan sebuah faktor pemisah namun mengeksploitasi perbedaan dalam identitas kelompok. Eksploitasi ini dilakukan dengan mempertentangkan nilai dalam kelompok satu terhadap kelompok lain. Pengguna strategi kemudian perlu memahami dan mempelajari celah perbedaan dalam kelompok.
Fokus dari politik devide adalah menyebarluaskan isu hegemoni atau perbedaan dalam kelompok yang dapat memicu reaksi pembedaan di dalam suatu kelompok. Hegemoni kelompok kemudian dikemas menjadi suatu bentuk represi agar perpecahan yang terjadi tetap menjaga kelompok-kelompok yang lebih kecil tetap berada dalam satu jaringan.
Politik devide et impera dilakukan untuk mengurangi fokus kelompok yang lebih kecil untuk menguasai aset kekuasaan. Komunikasi antar kelompok disabotase dengan disebarkannya isu-isu yang menjaga kelompok besar menjadi kotak-kotak yang lebih kecil.
Ciri yang jelas dari strategi ini adalah hegemoni atau perbedaan kelompok yang terus-menerus menjadi isu di dalam kelompok. Apabila kelompok target tidak mampu menganalisa pola strategi ini maka akan sangat mudah untuk terjadi sebuah perpecahan di dalam kelompok.